KASUS
Ibu NH datang ke lokasi sejak usia kandungan
enam bulan. Ibu NH merupakan pendatang dari luar kota dan di lokasi tinggal dengan
Mertuanya. Selama hamil ibu melakukan pemeriksaan dua kali sehingga mengetahui
bahwa ibu NH berisiko tinggi karena menderita hipertensi. Pada saat akan
melahirkan, mengalami kesulitan mencari bidan (baru bidan keempat yang bersedia
membantu). Namun ketika bidan sampai di rumah NH, kondisinya sudah kritis
(sesak nafas) dan bidan berupaya melakukan rujukan. Upaya rujukan mengalami
kesulitan dalam hal transportasi (jalan tidak dapat dilewati mobil sepanjang 3
km dari rumah NH). Proses persalinan terjadi di rumah sakit. Sesudah melahirkan
kondisi ibu kritis. Akhirnya meninggal di rumah sakit dengan penyakit hipertensi.
Ø Waktu yang dibutuhkan keluarga untuk
mendapatkan bidan sekitar 1,5 jam.
Ø Waktu yang dibutuhkan keluarga untuk mencari
transportasi yang akan membawa ibu bersalin ke rumah sakit sekitar 30-45 menit.
ANALISA
Pada kasus ini, faktor tidak berpendidikan, keluarga
tidak mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan rujukan ke rumah sakit, keluarga
tidak mengetahui bahwa ibu bersalin memiliki risiko tinggi (hipertensi), merupakan faktor
predisposisi kematian ibu bersalin. Secara khusus, faktor tidak berpendidikan menyebabkan subjek memiliki pengetahuan yang relatif
rendah mengenai tanda-tanda risiko bahaya ibu bersalin, seperti subjek tidak mengetahui bahwa ibu bersalin menderita hipertensi dan
hal-hal yang berkaitan dengan rujukan ke rumah sakit, sehingga bisa mempengaruhi pengambilan keputusan setuju merujuk tidak cepat.
Adanya anjuran dari bidan bahwa ibu bersalin
harus dirujuk ke rumah sakit, suami dari ibu bersalin yang memberi ijin kepada
subjek untuk melakukan rujukan ke rumah sakit, dan harapan pada diri subjek supaya
ibu bersalin mendapat pertolongan merupakan faktor penguat dari kematian ibu
bersalin. Secara khusus, bidan menjadi penguat untuk mengambil keputusan setuju
melakukan rujukan karena bidan dianggap sebagai tokoh masyarakat sekaligus
tenaga penolong persalinan yang secara otomatis memiliki pengetahuan tentang
kondisi ibu bersalin yang sebenarnya dan bagaimana baiknya untuk menolong ibu
bersalin tersebut. Apalagi suami dari ibu bersalin sebelumnya sudah berpesan
bahwa subjek mesti mengikuti segala anjuran yang diberikan oleh bidan yang
menolong ibu bersalin. Selain itu, bidan sebelumnya sudah memberitahu ibu
bersalin, kalau melahirkan sebaiknya di rumah sakit karena beresiko tinggi
(hipertensi). Dukungan dari bidan yang berupa informasi bahwa ibu bersalin
nantinya melahirkan di rumah sakit merupakan informasi penting bagi keluarga sehingga
dapat melakukan suatu persiapan yang lebih matang lagi mengenai segala sesuatu
yang dibutuhkan ketika ibu bersalin akan melahirkan. Hal ini pula yang memungkinkan
meskipun, keluarga kurang mengerti hal-hal yang berkaitan dengan rujukan,
proses pengambilan keputusan merujuk dan pemberangkatan merujuk relatif cepat
karena pihak keluarga jauh-jauh hari sudah mempersiapkan. Sedangkan suami,
merupakan individu yang dianggap subjek paling berhak untuk memberikan
keputusan ibu bersalin dirujuk atau tidak. Dengan kata lain, izin dari suami
merupakan legimitasi bahwa keputusan yang diambil subjek pada dasarnya
keputusan suami sehingga apabila terjadi hal buruk subjek tidak dipersalahkan.
Faktor kesulitan untuk mencari bidan
penolong, transportasi roda empat tidak ada, jarak ke rumah sakit yang relatif
jauh (20 km), biaya periksa dan melahirkan yang relatif mahal, pendapatan
keluarga yang relatif rendah, distribusi bidan tidak merata, dan kualitas
bidan, merupakan faktor pemungkin dari kematian ibu bersalin. Secara khusus,
distribusi bidan yang tidak merata, jalan yang tidak bisa dilewati mobil, dan
jarak yang relatif jauh, merupakan faktor yang mendorong terjadinya
keterlambatan dalam mencari tenaga penolong dan keterlambatan dalam memperoleh
transportasi, sehingga ibu terlambat dirujuk ke rumah sakit. Selanjutnya,
kemampuan bidan dalam mengidentifikasi tanda-tanda bahaya ibu bersalin,
pengetahuan tentang kehamilan dan persalinan yang relatif baik, dan memiliki
relatif banyak pengalaman membantu persalinan, menunjukkan bahwa kualitas bidan
penolong ibu bersalin relatif baik. Kualitas tersebut mendorong bidan mengambil
keputusan cepat dalam merujuk ibu bersalin dan bertindak sebagaimana mestinya
ketika menangani ibu bersalin berisiko tinggi. Akan tetapi, bidan memiliki
sikap pesimis karena kondisi ibu dan tubuh yang terlalu gemuk merupakan sikap yang
mencerminkan bahwa bidan kurang berkualitas dan kurang mengarahkan tindakan
keluarga ketika akan dilakukan proses merujuk ibu bersalin. Sikap bidan yang demikian
membuat, keluarga kurang terarah ketika mengatasi masalah transportasi yang
akan digunakan untuk membawa ibu bersalin ke rumah sakit. Kondisi ini bisa menyebabkan
terjadinya keterlambatan dalam memperoleh fasilitas kesehatan dari rumah sakit
secara cepat.
Selain itu, budaya yang menekankan bahwa
hal-hal yang berkaitan dengan nasib isteri diputuskan oleh suami bisa menyebabkan
terjadinya pengambilan keputusan merujuk ibu bersalin. Pada kasus ini, subjek
mengambil keputusan setuju merujuk setelah mendapatkan ijin dari suami ibu
bersalin yang ada di luar kota. Proses subjek untuk meminta ijin dari suami ibu
bersalin berjalan dalam waktu yang relatif singkat melalui handphone.
Selanjutnya ibu bersalin disetujui oleh bidan
maupun keluarga untuk dirujuk ke rumah sakit dengan proses sebagai berikut :
Bidan mengetahui dan mengenali tanda-tanda bahaya ibu bersalin, yaitu wajah
pucat dan didiagnosa menderita hipertensi. Dari hal tersebut, bidan
menganjurkan untuk merujuk kepada keluarga, tanggapan keluarga relatif cepat
diberi tanggapan yaitu setuju dirujuk. Sebelumnya keluarga menghubungi suami
untuk memberitahu dan memberi masukan yang hasilnya suami setuju isteri di
rujuk ke rumah sakit. Atas dasar ini selanjutnya keluarga memberikan jawaban
kepada bidan dan sekaligus mempersiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan
merujuk yaitu uang, mobil dan pakaian. Kondisi jalan yang tidak bisa dilewati
mobil mendorong ibu besalin di bawa ke jalan raya sejauh 3 km dari rumah dengan
menggunakan kendaraan roda dua. Sampai di jalan raya, selang beberapa saat
diperoleh mobil dan segera berangkat ke rumah sakit. Pada kasus ini, bidan merupakan
bidan praktek swasta dan cenderung kurang mampu mengenali kesulitan keluarga yang
ditandai memasrahkan segala keputusan dan tindakan kepada keluarga.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan
bahwa pada kasus ini terjadi keterlambatan dalam memperoleh bidan yang menolong
persalinan dan keterlambatan dalam memperoleh transportasi. Waktu yang
dibutuhkan ibu bersalin untuk mendapatkan pertolongan bidan sekitar 1,5 jam dan
waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan transportasi untuk berangkat ke rumah
sakit sekitar 30-45 menit. Selanjutnya pola pengambilan keputusan yang terjadi sebagai
berikut :
a.
Pemahaman
adanya masalah
Bidan : Mengenali tanda-tanda bahaya dari ibu
bersalin
Keluarga
: Keluarga mendapatkan informasi dari bidan bahwa ibu bersalin keadaannya gawat.
b.
Pencarian
alternatif
Bidan :
merujuk ke rumah sakit
Keluarga : dirujuk
c.
Evaluasi
alternatif
Bidan
: merujuk ibu bersalin karena
kondisinya kritis
Keluarga : merujuk supaya ibu bersalin bisa
selamat
d.
Keputusan
merujuk
Bidan
mengambil keputusan merujuk dengan memberikan anjuran kepada keluarga untuk
merujuk
Keluarga setuju ibu bersalin di rujuk ke
rumah sakit
e.
Tindakan
setelah pengambilan keputusan merujuk
Mempersiapkan
segala sesuatu yang berkaitan dengan membawa ibu bersalin ke rumah sakit
(biaya, kendaraan, pakaian, peralatan, dsb) dan setelah itu berangkat ke rumah
sakit. Terjadi kesulitan dalam memperoleh transportasi.
1.
Karakteristik
Sosial Ekonomi, Budaya, dan Demografi dari Keluarga Ibu yang Meninggal karena
Bersalin
Hasil analisis kualitatif menemukan
bahwa ibu bersalin yang meninggal dunia berasal dari status sosial ekonomi yang
cenderung rendah. Hal ini tercermin dari tingkat pendidikan ibu bersalin dan
suaminya yang cenderung mayoritas rendah (SD). Ibu bersalin mayoritas tidak bekerja,
sehingga pendapatan keluarga mengandalkan dari suami, padahal pendapatan suami
juga dari tidak pasti sampai Rp. 1.200.000, - per bulan karena bekerja
swasta/buruh/petani. Pendapatan tersebut dipergunakan untuk menghidupi antara
3-5 anggota keluarga. Selain itu, pihak keluarga lain yang memutuskan ibu
bersalin setuju dirujuk juga memiliki tingkat pendidikan yang rendah bahkan ada
yang tidak sekolah.
Status sosial ekonomi yang relatif
rendah akan menyebabkan perilaku pemanfaatan pelayanan kesehatan, khususnya
yang disebabkan oleh faktor biaya. Kondisi inilah yang menyebabkan para ibu
bersalin di atas jarang memeriksakan kehamilannya (atau pemeriksaan kehamilan kurang
dari empat kali), mengingat bahwa biaya periksa kehamilan antara Rp. 10.000,-
sampai Rp. 20.000,- per periksa. Biaya yang relatif tinggi ini bisa
mempengaruhi terjadinya keterlambatan dalam mendapatkan fasilitas kesehatan
yang disebabkan faktor biaya. Selain itu, faktor biaya juga yang memungkinkan
terjadinya keterlambatan dalam mengenali deteksi dini risiko tinggi pada ibu
bersalin sebelum terjadi persalinan apabila ibu bersalin dapat melakukan
pemeriksaan rutin tiap bulannya.
Tempat tinggal ibu bersalin yang
meninggal dunia ada yang memiliki adat istiadat yang mempengaruhi pelaksanaan
rujukan ibu bersalin. Adat istiadat tersebut adalah keharusan ayah untuk menguburkan
bayinya dan harus dilaksanakan segera, meskipun harus menunda ibu bersalin yang
kritis dan seharusnya dirujuk. Adat istiadat tersebut menyebabkan terlambat
mengenali risiko oleh pihak keluarga sehingga ibu bersalin meninggal dunia
karena terlambat mendapatkan pertolongan dari rumah sakit. Selain itu, budaya
yang menekankan bahwa hal-hal yang berkaitan dengan nasib isteri diputuskan
oleh suami bisa menyebabkan terjadinya pengambilan keputusan merujuk ibu
bersalin terlambat. Dengan demikian, adat istiadat menjadi faktor lingkungan
dari kematian ibu bersalin.
Secara demografi, tempat tinggal ibu
bersalin dengan tempat pelayanan kesehatan antara 0,5 km sampai 22 km. Ibu
bersalin apabila ingin pergi ke tempat pelayanan kesehatan tersebut menggunakan
jalan kaki, naik becak, sepeda motor atau mobil. Meski demikian, ada suatu tempat
yang tidak bisa dilewati oleh mobil dan jarak dari tempat ibu bersalin ke jalan
raya relatif jauh (3 km) sehingga bisa menyebabkan keterlambatan dalam merujuk
ibu bersalin ke rumah sakit akibat terlambat mendapatkan transportasi.
Berdasarkan uraian di atas maka peneliti
menyimpulkan bahwa karakteristik sosial ekonomi, budaya dan demografi dari
keluarga ibu bersalin yang meninggal dunia bisa menjadi faktor yang menyebabkan
keterlambatan dalam merujuk, khususnya keterlambatan mengenali risiko atau
bahaya, terlambat dalam mengambil keputusan untuk mencari pertolongan, dan
terlambat mendapatkan transportasi untuk membawa kerumah sakit.
Karakteristik sosial, ekonomi, dan
budaya di atas merupakan determinan jauh yaitu melatarbelakangi kematian ibu
penyebab langsung. Karakteristik sosial, ekonomi dan budaya ini juga mencakup status
wanita dalam keluarga dan masyarakat, status keluarga dan status masyarakat. Status
tersebut dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, pekerjaan, penghasilan, dan
sosial budaya.
2.
Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Pola Pengambilan Keputusan Keluarga dalam Merujuk Ibu
Bersalin ke Rumah Sakit
Pola pengambilan keputusan keluarga
dalam merujuk ibu bersalin dipengaruhi oleh faktor predisposisi, faktor
penguat, faktor pemungkin dan faktor lingkungan. Faktor predisposisi merupakan
faktor yang mempermudah terjadinya pengambilan keputusan merujuk yang terdiri dari
usia ibu bersalin saat persalinan, pengetahuan keluarga tentang tanda-tanda
dan/atau risiko tinggi persalinan dari ibu bersalin, persepsi bahwa kehamilan
ibu bersalin normal, keyakinan bahwa kondisi ibu bersalin yang melahirkan masih
normal, anggapan bahwa kondisi bahaya yang dialami ibu bersalin masih normal,
dan ketidaktahuan keluarga mengenai hal-hal yang berkaitan dengan rujukan.
Faktor-faktor ini akan mempengaruhi pola pengambilan keputusan keluarga dalam
merujuk ibu bersalin ke rumah sakit yang menyebabkan terjadinya keterlambatan merujuk
yang disebabkan terlambat mengenali risiko atau bahaya, terlambat dalam
mengambil keputusan untuk mencari pertolongan, dan terlambat mendapatkan
transportasi untuk membawa ibu bersalin ke rumah sakit. Keterlambatan ini yang
menjadi predisposisi meninggalnya ibu bersalin.
Tingkat pengetahuan seseorang akan
membantu dirinya dalam mengevaluasi atau menilai suatu tindakan merujuk sebagai
suatu yang penting atau bukan. Apabila tindakan merujuk sebagai suatu tindakan penting
maka pengambilan keputusan semakin cepat. Sebaliknya apabila tindakan merujuk
dianggap sebagai suatu tindakan yang ”kurang” penting atau bahkan tidak
mengetahui tujuan dari suatu rujukan, maka hal tersebut akan menimbulkan
keraguan yang pada akhirnya memperlambat proses pengambilan keputusan. Tingkat
pengetahuan yang relatif kurang baik ditunjukkan dengan keluarga kurang
mengetahui tentang tanda-tanda bahaya dan/atau resiko tinggi persalinan dari
ibu bersalin sehingga memiliki anggapan bahwa kondisi ibu bersalin masih dalam
tahap wajar sehingga meskipun bidan sudah menyarankan untuk merujuk, pihak
keluarga tidak cepat mengambil keputusan, sehingga kondisi ini membuat ibu
bersalin semakin kritis dan risiko ibu bersalin meninggal lebih besar. dan pada
akhirnya membuat keluarga cenderung terlambat dalam mengambil keputusan
merujuk. Sebaliknya, tingkat pengetahuan yang relatif baik membuat keluarga
lebih cepat memberikan persetujuan untuk merujuk karena menyadari bahwa risiko
tinggi ibu bersalin perlu mendapatkan penanganan segera atau dengan kata lain
pengetahuan yang baik akan meningkatkan kemampuan keluarga mengenali risiko
tinggi dari ibu bersalin sehingga dapat mengambil keputusan merujuk dengan
cepat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar