Sabtu, 20 Juni 2015

KASUS DETERMINAN MORTALITAS IBU

KASUS
Ibu NH datang ke lokasi sejak usia kandungan enam bulan. Ibu NH merupakan pendatang dari luar kota dan di lokasi tinggal dengan Mertuanya. Selama hamil ibu melakukan pemeriksaan dua kali sehingga mengetahui bahwa ibu NH berisiko tinggi karena menderita hipertensi. Pada saat akan melahirkan, mengalami kesulitan mencari bidan (baru bidan keempat yang bersedia membantu). Namun ketika bidan sampai di rumah NH, kondisinya sudah kritis (sesak nafas) dan bidan berupaya melakukan rujukan. Upaya rujukan mengalami kesulitan dalam hal transportasi (jalan tidak dapat dilewati mobil sepanjang 3 km dari rumah NH). Proses persalinan terjadi di rumah sakit. Sesudah melahirkan kondisi ibu kritis. Akhirnya meninggal di rumah sakit dengan penyakit hipertensi.
Ø  Waktu yang dibutuhkan keluarga untuk mendapatkan bidan sekitar 1,5 jam.
Ø  Waktu yang dibutuhkan keluarga untuk mencari transportasi yang akan membawa ibu bersalin ke rumah sakit sekitar 30-45 menit.

ANALISA
Pada kasus ini, faktor tidak berpendidikan, keluarga tidak mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan rujukan ke rumah sakit, keluarga tidak mengetahui bahwa ibu bersalin memiliki risiko tinggi (hipertensi), merupakan faktor predisposisi kematian ibu bersalin. Secara khusus, faktor tidak berpendidikan menyebabkan subjek memiliki pengetahuan yang relatif rendah mengenai tanda-tanda risiko bahaya ibu bersalin, seperti subjek tidak mengetahui bahwa ibu bersalin menderita hipertensi dan hal-hal yang berkaitan dengan rujukan ke rumah sakit, sehingga bisa mempengaruhi pengambilan keputusan setuju merujuk tidak cepat.
Adanya anjuran dari bidan bahwa ibu bersalin harus dirujuk ke rumah sakit, suami dari ibu bersalin yang memberi ijin kepada subjek untuk melakukan rujukan ke rumah sakit, dan harapan pada diri subjek supaya ibu bersalin mendapat pertolongan merupakan faktor penguat dari kematian ibu bersalin. Secara khusus, bidan menjadi penguat untuk mengambil keputusan setuju melakukan rujukan karena bidan dianggap sebagai tokoh masyarakat sekaligus tenaga penolong persalinan yang secara otomatis memiliki pengetahuan tentang kondisi ibu bersalin yang sebenarnya dan bagaimana baiknya untuk menolong ibu bersalin tersebut. Apalagi suami dari ibu bersalin sebelumnya sudah berpesan bahwa subjek mesti mengikuti segala anjuran yang diberikan oleh bidan yang menolong ibu bersalin. Selain itu, bidan sebelumnya sudah memberitahu ibu bersalin, kalau melahirkan sebaiknya di rumah sakit karena beresiko tinggi (hipertensi). Dukungan dari bidan yang berupa informasi bahwa ibu bersalin nantinya melahirkan di rumah sakit merupakan informasi penting bagi keluarga sehingga dapat melakukan suatu persiapan yang lebih matang lagi mengenai segala sesuatu yang dibutuhkan ketika ibu bersalin akan melahirkan. Hal ini pula yang memungkinkan meskipun, keluarga kurang mengerti hal-hal yang berkaitan dengan rujukan, proses pengambilan keputusan merujuk dan pemberangkatan merujuk relatif cepat karena pihak keluarga jauh-jauh hari sudah mempersiapkan. Sedangkan suami, merupakan individu yang dianggap subjek paling berhak untuk memberikan keputusan ibu bersalin dirujuk atau tidak. Dengan kata lain, izin dari suami merupakan legimitasi bahwa keputusan yang diambil subjek pada dasarnya keputusan suami sehingga apabila terjadi hal buruk subjek tidak dipersalahkan.
Faktor kesulitan untuk mencari bidan penolong, transportasi roda empat tidak ada, jarak ke rumah sakit yang relatif jauh (20 km), biaya periksa dan melahirkan yang relatif mahal, pendapatan keluarga yang relatif rendah, distribusi bidan tidak merata, dan kualitas bidan, merupakan faktor pemungkin dari kematian ibu bersalin. Secara khusus, distribusi bidan yang tidak merata, jalan yang tidak bisa dilewati mobil, dan jarak yang relatif jauh, merupakan faktor yang mendorong terjadinya keterlambatan dalam mencari tenaga penolong dan keterlambatan dalam memperoleh transportasi, sehingga ibu terlambat dirujuk ke rumah sakit. Selanjutnya, kemampuan bidan dalam mengidentifikasi tanda-tanda bahaya ibu bersalin, pengetahuan tentang kehamilan dan persalinan yang relatif baik, dan memiliki relatif banyak pengalaman membantu persalinan, menunjukkan bahwa kualitas bidan penolong ibu bersalin relatif baik. Kualitas tersebut mendorong bidan mengambil keputusan cepat dalam merujuk ibu bersalin dan bertindak sebagaimana mestinya ketika menangani ibu bersalin berisiko tinggi. Akan tetapi, bidan memiliki sikap pesimis karena kondisi ibu dan tubuh yang terlalu gemuk merupakan sikap yang mencerminkan bahwa bidan kurang berkualitas dan kurang mengarahkan tindakan keluarga ketika akan dilakukan proses merujuk ibu bersalin. Sikap bidan yang demikian membuat, keluarga kurang terarah ketika mengatasi masalah transportasi yang akan digunakan untuk membawa ibu bersalin ke rumah sakit. Kondisi ini bisa menyebabkan terjadinya keterlambatan dalam memperoleh fasilitas kesehatan dari rumah sakit secara cepat.
Selain itu, budaya yang menekankan bahwa hal-hal yang berkaitan dengan nasib isteri diputuskan oleh suami bisa menyebabkan terjadinya pengambilan keputusan merujuk ibu bersalin. Pada kasus ini, subjek mengambil keputusan setuju merujuk setelah mendapatkan ijin dari suami ibu bersalin yang ada di luar kota. Proses subjek untuk meminta ijin dari suami ibu bersalin berjalan dalam waktu yang relatif singkat melalui handphone.
Selanjutnya ibu bersalin disetujui oleh bidan maupun keluarga untuk dirujuk ke rumah sakit dengan proses sebagai berikut : Bidan mengetahui dan mengenali tanda-tanda bahaya ibu bersalin, yaitu wajah pucat dan didiagnosa menderita hipertensi. Dari hal tersebut, bidan menganjurkan untuk merujuk kepada keluarga, tanggapan keluarga relatif cepat diberi tanggapan yaitu setuju dirujuk. Sebelumnya keluarga menghubungi suami untuk memberitahu dan memberi masukan yang hasilnya suami setuju isteri di rujuk ke rumah sakit. Atas dasar ini selanjutnya keluarga memberikan jawaban kepada bidan dan sekaligus mempersiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan merujuk yaitu uang, mobil dan pakaian. Kondisi jalan yang tidak bisa dilewati mobil mendorong ibu besalin di bawa ke jalan raya sejauh 3 km dari rumah dengan menggunakan kendaraan roda dua. Sampai di jalan raya, selang beberapa saat diperoleh mobil dan segera berangkat ke rumah sakit. Pada kasus ini, bidan merupakan bidan praktek swasta dan cenderung kurang mampu mengenali kesulitan keluarga yang ditandai memasrahkan segala keputusan dan tindakan kepada keluarga.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pada kasus ini terjadi keterlambatan dalam memperoleh bidan yang menolong persalinan dan keterlambatan dalam memperoleh transportasi. Waktu yang dibutuhkan ibu bersalin untuk mendapatkan pertolongan bidan sekitar 1,5 jam dan waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan transportasi untuk berangkat ke rumah sakit sekitar 30-45 menit. Selanjutnya pola pengambilan keputusan yang terjadi sebagai berikut :
a.    Pemahaman adanya masalah
Bidan       : Mengenali tanda-tanda bahaya dari ibu bersalin
Keluarga : Keluarga mendapatkan informasi dari bidan bahwa ibu bersalin keadaannya  gawat.


b.    Pencarian alternatif
Bidan      : merujuk ke rumah sakit
Keluarga : dirujuk
c.    Evaluasi alternatif
Bidan      : merujuk ibu bersalin karena kondisinya kritis
Keluarga : merujuk supaya ibu bersalin bisa selamat
d.   Keputusan merujuk
Bidan mengambil keputusan merujuk dengan memberikan anjuran kepada keluarga untuk merujuk
Keluarga setuju ibu bersalin di rujuk ke rumah sakit
e.    Tindakan setelah pengambilan keputusan merujuk
Mempersiapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan membawa ibu bersalin ke rumah sakit (biaya, kendaraan, pakaian, peralatan, dsb) dan setelah itu berangkat ke rumah sakit. Terjadi kesulitan dalam memperoleh transportasi.



1.    Karakteristik Sosial Ekonomi, Budaya, dan Demografi dari Keluarga Ibu yang Meninggal karena Bersalin
Hasil analisis kualitatif menemukan bahwa ibu bersalin yang meninggal dunia berasal dari status sosial ekonomi yang cenderung rendah. Hal ini tercermin dari tingkat pendidikan ibu bersalin dan suaminya yang cenderung mayoritas rendah (SD). Ibu bersalin mayoritas tidak bekerja, sehingga pendapatan keluarga mengandalkan dari suami, padahal pendapatan suami juga dari tidak pasti sampai Rp. 1.200.000, - per bulan karena bekerja swasta/buruh/petani. Pendapatan tersebut dipergunakan untuk menghidupi antara 3-5 anggota keluarga. Selain itu, pihak keluarga lain yang memutuskan ibu bersalin setuju dirujuk juga memiliki tingkat pendidikan yang rendah bahkan ada yang tidak sekolah.
Status sosial ekonomi yang relatif rendah akan menyebabkan perilaku pemanfaatan pelayanan kesehatan, khususnya yang disebabkan oleh faktor biaya. Kondisi inilah yang menyebabkan para ibu bersalin di atas jarang memeriksakan kehamilannya (atau pemeriksaan kehamilan kurang dari empat kali), mengingat bahwa biaya periksa kehamilan antara Rp. 10.000,- sampai Rp. 20.000,- per periksa. Biaya yang relatif tinggi ini bisa mempengaruhi terjadinya keterlambatan dalam mendapatkan fasilitas kesehatan yang disebabkan faktor biaya. Selain itu, faktor biaya juga yang memungkinkan terjadinya keterlambatan dalam mengenali deteksi dini risiko tinggi pada ibu bersalin sebelum terjadi persalinan apabila ibu bersalin dapat melakukan pemeriksaan rutin tiap bulannya.
Tempat tinggal ibu bersalin yang meninggal dunia ada yang memiliki adat istiadat yang mempengaruhi pelaksanaan rujukan ibu bersalin. Adat istiadat tersebut adalah keharusan ayah untuk menguburkan bayinya dan harus dilaksanakan segera, meskipun harus menunda ibu bersalin yang kritis dan seharusnya dirujuk. Adat istiadat tersebut menyebabkan terlambat mengenali risiko oleh pihak keluarga sehingga ibu bersalin meninggal dunia karena terlambat mendapatkan pertolongan dari rumah sakit. Selain itu, budaya yang menekankan bahwa hal-hal yang berkaitan dengan nasib isteri diputuskan oleh suami bisa menyebabkan terjadinya pengambilan keputusan merujuk ibu bersalin terlambat. Dengan demikian, adat istiadat menjadi faktor lingkungan dari kematian ibu bersalin.
Secara demografi, tempat tinggal ibu bersalin dengan tempat pelayanan kesehatan antara 0,5 km sampai 22 km. Ibu bersalin apabila ingin pergi ke tempat pelayanan kesehatan tersebut menggunakan jalan kaki, naik becak, sepeda motor atau mobil. Meski demikian, ada suatu tempat yang tidak bisa dilewati oleh mobil dan jarak dari tempat ibu bersalin ke jalan raya relatif jauh (3 km) sehingga bisa menyebabkan keterlambatan dalam merujuk ibu bersalin ke rumah sakit akibat terlambat mendapatkan transportasi.
Berdasarkan uraian di atas maka peneliti menyimpulkan bahwa karakteristik sosial ekonomi, budaya dan demografi dari keluarga ibu bersalin yang meninggal dunia bisa menjadi faktor yang menyebabkan keterlambatan dalam merujuk, khususnya keterlambatan mengenali risiko atau bahaya, terlambat dalam mengambil keputusan untuk mencari pertolongan, dan terlambat mendapatkan transportasi untuk membawa kerumah sakit.
Karakteristik sosial, ekonomi, dan budaya di atas merupakan determinan jauh yaitu melatarbelakangi kematian ibu penyebab langsung. Karakteristik sosial, ekonomi dan budaya ini juga mencakup status wanita dalam keluarga dan masyarakat, status keluarga dan status masyarakat. Status tersebut dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, pekerjaan, penghasilan, dan sosial budaya.

2.    Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pola Pengambilan Keputusan Keluarga dalam Merujuk Ibu Bersalin ke Rumah Sakit
Pola pengambilan keputusan keluarga dalam merujuk ibu bersalin dipengaruhi oleh faktor predisposisi, faktor penguat, faktor pemungkin dan faktor lingkungan. Faktor predisposisi merupakan faktor yang mempermudah terjadinya pengambilan keputusan merujuk yang terdiri dari usia ibu bersalin saat persalinan, pengetahuan keluarga tentang tanda-tanda dan/atau risiko tinggi persalinan dari ibu bersalin, persepsi bahwa kehamilan ibu bersalin normal, keyakinan bahwa kondisi ibu bersalin yang melahirkan masih normal, anggapan bahwa kondisi bahaya yang dialami ibu bersalin masih normal, dan ketidaktahuan keluarga mengenai hal-hal yang berkaitan dengan rujukan. Faktor-faktor ini akan mempengaruhi pola pengambilan keputusan keluarga dalam merujuk ibu bersalin ke rumah sakit yang menyebabkan terjadinya keterlambatan merujuk yang disebabkan terlambat mengenali risiko atau bahaya, terlambat dalam mengambil keputusan untuk mencari pertolongan, dan terlambat mendapatkan transportasi untuk membawa ibu bersalin ke rumah sakit. Keterlambatan ini yang menjadi predisposisi meninggalnya ibu bersalin.
Tingkat pengetahuan seseorang akan membantu dirinya dalam mengevaluasi atau menilai suatu tindakan merujuk sebagai suatu yang penting atau bukan. Apabila tindakan merujuk sebagai suatu tindakan penting maka pengambilan keputusan semakin cepat. Sebaliknya apabila tindakan merujuk dianggap sebagai suatu tindakan yang ”kurang” penting atau bahkan tidak mengetahui tujuan dari suatu rujukan, maka hal tersebut akan menimbulkan keraguan yang pada akhirnya memperlambat proses pengambilan keputusan. Tingkat pengetahuan yang relatif kurang baik ditunjukkan dengan keluarga kurang mengetahui tentang tanda-tanda bahaya dan/atau resiko tinggi persalinan dari ibu bersalin sehingga memiliki anggapan bahwa kondisi ibu bersalin masih dalam tahap wajar sehingga meskipun bidan sudah menyarankan untuk merujuk, pihak keluarga tidak cepat mengambil keputusan, sehingga kondisi ini membuat ibu bersalin semakin kritis dan risiko ibu bersalin meninggal lebih besar. dan pada akhirnya membuat keluarga cenderung terlambat dalam mengambil keputusan merujuk. Sebaliknya, tingkat pengetahuan yang relatif baik membuat keluarga lebih cepat memberikan persetujuan untuk merujuk karena menyadari bahwa risiko tinggi ibu bersalin perlu mendapatkan penanganan segera atau dengan kata lain pengetahuan yang baik akan meningkatkan kemampuan keluarga mengenali risiko tinggi dari ibu bersalin sehingga dapat mengambil keputusan merujuk dengan cepat.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar