Sabtu, 20 Juni 2015

RUPTURE PERINEUM

Rupture Perineum

Pengertian Rupture Perineum
Perineum terletak antara vulva dan anus, panjangnya rata-rata 4 cm. Jaringan yang mendukung perineum terutama ialah diafragma pelvis dan diafragma urogenitalis yang terdiri dari otot-otot yang menyusun perineum. Perineum mendapatkan pasokan darah dari arteri pudenda interna dan cabang-cabangnya serta persyarafannya oleh nervus pudendus dan cabang-cabangnya (Prawirohardjo, 2008:117). Perineum berperan dalam persalinan karena merupakan bagian luar dari dasar panggul atau bagian lunak dari jalan lahir (Prawirohardjo, 2008:201). Oleh karena itu, pada waktu kala II persalinan  dilakukan tindakan untuk melindungi perineum dan mengendalikan keluarnya kepala bayi secara bertahap dan hati-hati untuk melindungi robekan perineum atau yang disebut rupture perineum (Asuhan Persalinan Normal, 2008:87). Robekan perineum umumnya terjadi pada garis tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat. Robekan terjadi pada hampir semua primipara (Wiknjosastro, 2006:664).

 Klasifikasi Rupture Perineum
1) Rupture Perineum Spontan
Yaitu robekan pada perineum yang terjadi karena sebab-sebab tertentu (umumnya kepala janin terlalu cepat lahir, persalinan tidak dipimpin sebagaimana mestinya, sebelumnya pada perineum terdapat banyak jaringan parut, pada persalinan distosia bahu) tanpa dilakukan tindakan perobekan atau disengaja (Wiknjosastro, 2010:175). Luka ini terjadi pada saat persalinan yang biasanya tidak teratur. Robekan perineum spontan terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya (Sumarah, 2009:158).


PREEKLAMPSIA PADA KEHAMILAN

PREEKLAMPSIA PADA KEHAMILAN
2.1 Kehamilan
2.1.1  Pengertian Kehamilan
Kehamilan adalah suatu keadaan yang dimulai dari konsepsi (pembuahan) dan berakhir dengan permulaan persalinan, lamanya kehamilan adalah 280 hari (40 minggu/9 bulan 7 hari) dihitung dari hari pertama haid terakhir (Rukiyah, 2010).
Kehamilan manusia terjadi selama 40 minggu antara waktu menstruasi terakhir dan kelahiran (38 minggu dari pembuahan). Istilah medis untuk wanita hamil adalah gravida, sedangkan manusia di dalamnya disebut embrio (minggu-minggu awal) dan kemudian janin (sampai kelahiran). Seorang wanita yang hamil untuk pertama kalinya disebut primigravida atau gravida 1. Seorang wanita yang belum pernah hamil dikenal sebagai gravida 0 (Manuaba, 2010).
kehamilan didefinisikan sebagai fertilisasi atau penyatuan dari spermatozoa dan ovum dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi. Bila dihitung dari saat fertilisasi hingga lahirnya bayi, kehamilan normal akan berlangsung dalam waktu 40 minggu atau 10 bulan atau 9 bulan menurut kalender internasional (Saifuddin, 2009).
2.1.2 Fisiologi kehamilan
Proses kehamilan merupakan mata rantai yang berkesinambungan dan terdiri dari:
1.    Ovulasi
Ovulasi adalah proses pelepasan ovum yang di pengaruhi oleh sistem hormonal yang kompleks. Pertumbuhan embrional oogonium yang kelak menjadi ovum terjadi di genital ridge, dan di dalam kandungan jumlah oogonium bertambah terus sampai pada kehamilan enam bulan.
Jumlah oogonium pada wanita:     
Bayi baru lahir        : 750.000        
Umur 6-15 tahun    : 439.000
Umur 16-25 tahun  : 34.000
Menopause                         : menghilang
Selama masa subur yang berlangsung 20 sampai 35 tahun hanya 420 buah ovum yang dapat mengikuti proses pematangan dan terjadi ovulasi.
2.      Spermatozoa
Jutaan spermatozoa dikeluarkan di forniks vagina dan disekitar porsio pada waktu koitus. Hanya beberapa ratus ribu spermatozoa dapat meneruskan ke kavum uteri dan tuba, dan hanya beberapa ratus dapat sampai ke bagian ampulla tuba di mana spermatozoa dapat memasuki ovum yang telah siap untuk dibuahi. Hanya satu spermatozoa yang mempunyai kemampuan (capacitation) untuk membuahi. Pada spermatozoa itu ditemukan peningkatan konsentrasi DNA di nukleusnya, dan kaputnya lebih mudah menembus oleh karena diduga dapat melepaskan hialuronidase.
3.      Konsepsi
Pertemuan inti ovum dengan inti spermatozoa disebut konsepsi atau fertilisasi dan membentuk zigot. Proses konsepsi dapat berlangsung sebagai berikut:
a.       Ovum yang dilepaskan dalam proses ovulasi, diliputi oleh korona radiata, yang mengandung persediaan nutrisi.
b.      Pada ovum dijumpai inti dalam bentuk metaphase ditengah sitoplasma yang disebut vitellus.
c.       Dalam perjalanan korona radiata makin berkurang pada zona pelusida. Nutrisi dialirkan ke dalam vitellus, melalui saluran pada zona pelusida.
d.      Konsepsi terjadi pada pars ampularis tuba: tempat yang paling luas, dindingnya penuh jonjot tertutup sel yang mempunyai silia, dan ovum mempunyai waktu terlama selama 48 jam.
e.       Ovum siap dibuahi setelah 12 jam dan hidup selama 48 jam.
4.      Proses Nidasi (implantasi)
Dalam beberapa jam setelah konsepsi terjadi, mulailah pembelahan zigot. Hal ini dapat berlangsung oleh karena sitoplasma ovum mengandung banyak zat asam amino dan enzim. Dalam waktu 3 hari terbentuk suatu kelompok sel-sel yang sama besarnya dan berada dalam stadium morula. Energi untuk pembelahan ini diperolah dari vitellus, hingga volume vitellus makin berkurang dan terisi seluruhnya oleh morula. Dengan demikian zona pelusida tetap utuh atau besarnya hasil konsepsi tetap sama. Kemudian konsepsi disalurkan terus ke pars ismika dan pars interstisialis tuba (bagian-bagian tuba yang sempit) dan terus ke arah kavum uteri oleh arus dan getaran silia pada permukaan sel-sel tuba dan kontraksi tuba. Dalam kavum uteri hasil konsepsi mencapai stadium blastula.
Pada stadium blastula ini sel-sel yang lebih kecil yang membentuk dinding blastula, akan menjadi trofoblas yang mempunyai kemampuan menghancurkan dan mencairkan jaringan menemukan endometrium dalam masa sekresi, dengan sel-sel desidua yang mengandung banyak glikogen serta mudah dihancurkan oleh trofoblas. Kemudian terjadilah nidasi yakni masuknya ovum ke dalam endometrium, dan biasanya terjadi perdarahan pada luka desidua (tanda Hartman).
5.      Pembentukan plasenta
Pada umumnya nidasi terjadi di dinding depan atau belakang uterus, dekat pada fundus uteri. Jika nidasi ini terjadi, barulah dapat disebut adanya kehamilan. Lapisan desidua yang meliputi hasil konsepsi ke arah kavum uteri disebut desidua kapsularis, yang terletak antara hasil konsepsi dan dinding uterus disebut desidua basalis, disitulah plasenta akan dibentuk.
2.1.3    Perubahan Fisik Selama Hamil
Kehamilan menyebabkan banyak perubahan pada tubuh, kebanyakan perubahan ini akan menghilang setelah persalinan.
1.    Jantung dan Pembuluh Darah
Selama kehamilan, jumlah darah yang dipompa oleh jantung setiap menitnya (cardiac output, curah jantung) meningkat sampai 30-50%. Peningkatan ini mulai terjadi pada kehamilan 6 minggu dan mencapai puncaknya pada kehamilan 16-28 minggu. Karena curah jantung meningkat, maka denyut jantung pada saat istirahat juga meningkat (dalam keadaan normal 70 kali/menit menjadi 80-90 kali/menit).
Setelah mencapai kehamilan 30 minggu, curah jantung agak menurun karena rahim yang membesar menekan vena yang membawa darah dari tungkai ke jantung. Selama persalinan, curah jantung meningkat sebesar 30%. Setelah persalinan curah jantung menurun sampai 15-25% diatas kehamilan, lalu secara perlahan kembali kebatas kehamilan. Peningkatan curah jantung selama kehamilan kemugkinan terjadi karena adanya perubahan dalam aliran darah ke rahim. Karena janin terus tumbuh, maka darah lebih banyak dikirim ke rahim ibu. Pada akhir kehamilan, rahim menerima seperlima dari seluruh darah ibu.
Ketika melakukan aktivitas/olahraga, maka curah jantung, denyut jantung, dan laju pernafasan pada wanita hamil lebih tinggi dibandingkan dengan wanita yang tidak sedang hamil. Rontgen dada dan EKG menunjukan sejumlah perubahan dalam jantung, dan kadang terdengar murmur jantung tertentu serta ketidakteraturan irama jantung. Semua perubahan tersebut adalah normal terjadi pada masa hamil, tetapi beberapa kelainan irama jantung mungkin akan memerlukan pengobatan khusus.
Selama trimester kedua biasanya tekanan darah menurun tetapi akan kembali normal pada trimester ketiga. Selama kehamilan, volume darah dalam perdaran meningkat sampai 50%, tetapi jumlah sel darah merah yang mengangkut oksigen hanya meningkat sebesar 25-30%.
Untuk alasan yang belum jelas, jumlah sel darah putih (yang berfungsi melindungi tubuh terhadap infeksi) selama kehamilan, pada saat persalinan dan beberapa hari setelah persalinan, agak meningkat.
2.      Ginjal
Selama kehamilan, ginjal bekerja lebih berat. Ginjal menyaring darah yang volumenya meningkat (sampai 30-50% atau lebih), yang puncaknya terjadi pada kehamilan 16-24 minggu sampai sesaat sebelum persalinan (pada saat ini aliran darah ke ginjal berkurang akibat penekanan rahim yang membesar).
Dalam keadaan normal, aktivitas ginjal meningkat ketika berbaring dan menurun ketika berdiri. Keadaan ini semakin menguat pada saat kehamilan, karena itu wanita hamil sering merasa ingin berkemih ketika mereka mencoba untuk berbaring/tidur.
Pada akhir kehamilan, peningkatan aktivitas ginjal yang lebih besar terjadi pada wanita hamil yang tidur miring. Tidur miring mengurangi tekanan dari rahim pada vena yang membawa darah dari tungkai sehingga terjadi perbaikan aliran darah yang selanjutnya akan meningkatkan aktivitas ginjal dan curah jantung.
3.      Paru-paru
Ruang yang diperlukan oleh rahim yang membesar dan meningkatnya pembentukan hormon progesteron menyebabkan paru-paru berfungsi lain dari biasanya. Wanita hamil bernafas lebih cepat dan lebih dalam karena memerlukan lebih banyak oksigen untuk dirinya dan untuk janin. Lingkar dada wanita hamil agak membesar. Lapisan saluran pernafasan menerima lebih banyak darah dan menjadi agak tersumbat oleh penumpukan darah (kongesti). Kadang hidung dan tenggorokan mengalami penyumbatan parsial akibat kongesti ini. Tekanan dan kualitas suara wanita hamil agar berubah.
4.      Sistem Pencernaan
Rahim yang membesar akan menekan rektum dan usus bagian bawah sehingga terjadi sembelit (konstipasi). Sembelit semakin berat karena gerakan otot didalam usus diperlambat oleh tingginya kadar progesteron.
Wanita hamil sering mengalami heartburn (rasa panas didada) dan sendawa, yang kemungkinan terjadi karena makanan lebih lama berada didalam lambung dan karena relaksasi sfingter di kerongkongan bagian bawah yang memungkinkan isi lambung mengalir kembali ke kerongkongan. Ulkus gastrikum jarang ditemukan pada wanita hamil dan jika sebelumnya menderita ulkus gastrikum biasanya akan membaik karena asam lambung yang dihasilkan lebih sedikit.
5.      Kulit
Topeng kehamilan (melasma) adalah bintik-bintik pigmen kecoklatan yang tampak dikulit kening dan pipi. Peningkatan pigmentasi juga terjadi di sekeliling puting susu. Sedangkan diperut bawah bagian tengah biasanya tampak garis gelap. Spider angioma (pembuluh darah kecil yang memberi gambaran seperti laba-laba) bisa muncul dikulit, biasanya diatas pinggang. Sedangkan pelebaran pembuluh darah kecil yang berdinding tipis sering kali tampak ditungkai bawah.
6.      Hormon
Kehamilan mempengaruhi hampir semua hormon didalam tubuh. Plasenta menghasilkan sejumlah hormon untuk membantu tubuh dalam mempertahankan kehamilan. Hormon utama yang dihasilkan oleh plasenta adalah HCG, yang berperan mencegah ovulasi dan merangsang pembentukan estrogen serta progestron oleh ovarium untuk mempertahankan kehamilan. Plasenta juga menghasilkan hormon yang menyebabkan kelenjar tyroid menjadi lebih aktif. Kelenjar tyroid yang leih aktif menyebabkan denyut jantung yang cepat, jantung berdebar-debar (palpitasi), keringat berlebihan dan perubahan suasana hati, selain itu juga bisa terjadi pembesaran kelenjar tyroid. Tetapi hypertyroiddisme (over aktifitas kelenjar tyroid) hanya terjadi kurang dari 1% kehamilan. Plasenta juga menghasilkan melanoceyete-stimulating hormone yang menyebabkan kulit berwarna lebih gelap dan hormon yang menyebabkan peningkatan kadar hormon adrenal didalam darah. Peningkatan kadar hormon ini kemungkinan menyebabkan tanda peregangan berwarna pink pada kulit perut.
Selama kehamilan diperlukan lebih banyak insulin yang dihasilkan oleh pankreas. Karena itu penderita diabetes yang sedang hamil bisa mengalami gejala diabetes yang lebih buruk.

2.2 Preeklampsia
2.2.1 Pengertian Preeklampsia
Preeklampsia merupakan penyulit kehamilan yang akut dan dapat terjadi di ante, intra, dan postpartum. Dari gejala-gejala klinik preeklampsia dapat dibagi menjadi preeklampsia ringan dan preeklampsia berat (Prawirohardjo, 2010)
Preeklampsia adalah suatu sindrom dengan tiga tanda fisik yang hanya terjadi pada saat hamil dan biasanya selama trimester dua. Penyebab spasme anterioler pada kedaan ini masih belum diketahui tetapi akan menimbulkan tanda-tanda kenaikan tekanan darah, edema yang menyeluruh dan proteinuria (Manuaba, 2010)
Preeklampsia merupakan penyulit kehamilan yang dapat ditandai dengan hipertensi disertai proteinuri dan edema akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan (Saifuddin, 2010)
2.2.2 Etiologi Preeklampsia
Penyebab preeklampsia hingga kini belum diketahui dengan jelas. Banyak teori yang menerangkan namun belum dapat memberikan jawaban yang memuaskan oleh karena itu penyakit ini disebut disease of theory. Adapun teori-teori tersebut antara lain (Angsar MD, 2010) :
1.    Teori kelainan vaskularisasi plasenta
Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapatkan aliran darah dari cabang-cabang arteri uterina dan arteri ovarika yang menembus miometrium dan menjadi arteri arkuata, yang akan bercabang menjadi arteri radialis. Arteri radialis menembus endometrium menjadi arteri basalis dan arteri basalis memberi cabang arteri spiralis.
Pada hamil normal, terjadi invasi trofoblas ke dalam lapisan otot arteri spiralis, yang menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut sehingga terjadi distensi dan vasodilatasi arteri spiralis, yang akan memberikan dampak penurunan tekanan darah, penurunan resistensi vaskular, dan peningkatan aliran darah pada utero plasenta. Akibatnya aliran darah ke janin cukup banyak dan perfusi jaringan juga meningkat, sehingga menjamin pertumbuhan janin dengan baik. Proses ini dinamakan remodelling arteri spiralis.
Pada preeklampsia kegagalan remodelling menyebabkan arteri spiralis menjadi kaku dan keras sehingga arteri spiralis tidak mengalami distensi dan vasodilatasi. Sehingga aliran darah utero plasenta menurun dan terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta.
2.    Teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel
Iskemia plasenta dan pembentukan radikal bebas Karena kegagalan remodelling arteri spiralis akan berakibat plasenta mengalami iskemia, yang akan merangsang pembentukan radikal bebas, yaitu radikal hidroksil (-OH) yang dianggap sebagai toksin. Radikal hidroksil akan merusak membran sel, yang mengandung banyak asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak. Peroksida lemak juga akan merusak nukleus dan protein sel endotel.
Kerusakan membran sel endotel mengakibatkan terganggunya fungsi endotel, bahkan rusaknya seluruh struktur sel endotel. Keadaan ini disebut disfungsi endotel, yang akan menyebabkan terjadinya :
a.       Gangguan metabolisme prostaglandin, yaitu menurunnya produksi prostasiklin (PGE2), yang merupakan suatu vasodilator kuat.
b.      Agregrasi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami kerusakan. Agregasi trombosit memproduksi tromboksan (TXA2), yaitu suatu vasokonstriktor kuat. Dalam keadaan normal, kadar prostasiklin lebih banyak dari pada tromboksan. Sedangkan pada preeklampsia kadar tromboksan lebih banyak dari prostasiklin, sehingga menyebabkan vasokonstriksi yang akan menyebabkan peningkatan tekanan darah.
c.       Perubahan khas pada sel endotel kapiler glomerulus (glomerular endotheliosis).
d.      Peningkatan permeabilitas kapiler
e.       Peningkatan produksi bahan-bahan vasopresor, yaitu endotelin. Kadar NO menurun, sedangkan endotelin meningkat
f.       Peningkatan faktor koagulasi.

3.      Teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin
Pada perempuan normal, respon imun tidak menolak adanya hasil konsepsi yang bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya human leukocyte antigen protein G (HLA-G), yang dapat melindungi trofoblas janin dari lisi oleh sel natural killer (NK) ibu. HLA-G juga akan mempermudah invasi sel trofoblas ke dalam jaringan desidua ibu.
Pada plasenta ibu yang mengalami preeklampsia, terjadi penurunan ekspresi HLA-G, yang akan mengakibatkan terhambatnya invasi trofoblas ke dalam desidua. Kemungkinan terjadi Immune-Maladaptation pada preeklampsia
4.      Teori adaptasi kardiovaskular
Pada kehamilan normal, pembuluh darah refrakter terhadap bahan vasopresor. Refrakter berarti pembuluh darah tidak peka terhadap ransangan vasopresor, atau dibutuhkan kadar vasopresor yang lebih tinggi untuk menimbulkan respon vasokonstriksi. Refkrakter ini terjadi akibat adanya sintesis prostaglandin oleh sel endotel.
Pada preeklampsia terjadi kehilangan kemampuan refrakter terhadap bahan vasopresor, sehingga pembuluh darah menjadi sangat peka terhadap bahan vasopresor sehingga pembuluh darah akan mengalami vasokonstriksi dan mengakibatkan hipertensi dalam kehamilan
5.      Teori genetic
Ada faktor keturunan dan familial dengan model gen tunggal, Genotipe ibu lebih menentukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan secara familial jika dibandingkan dengan genotipe janin. Telah terbukti bahwa pada ibu yang mengalami preeklampsia, 26% anaknya akan mengalami preeklampsia pula, sedangkan hanya 8% anak menantu yang mengalami preeklampsia.
6.      Teori defisiensi gizi
Beberapa hasil penelitian menunjukan bahwa defisiensi gizi berperan dalam terjadinya hipertensi dalam kehamilan. Hal ini dibuktikan oleh penelitian pemberian berbagai elemen seperti zinc, kalsium, dan magnesium untuk mencegah preeklampsia. Pada populasi umum yang melakukan diet tinggi buah-buahan dan sayuran yang memiliki aktivitas antioksidan, seperti tomat, wortel, brokoli, apel, jeruk, alpukat, mengalami penurunan tekanan darah. (Cunningham et al. 2005)
Penelitian terakhir membuktikan bahwa konsumsi minyak ikan, dapat mengurangi risiko preeklampsia. Minyak ikan mengandung banyak asam lemak tidak jenuh yang dapat menghambat produksi tromboksan, menghambat aktifasi trombosit, dan mencegah vasokonstriksi pembuluh darah.
7.      Teori stimulus inflamasi
Teori ini berdasarkan bahwa lepasnya debris trofoblas di dalam sirkulasi darah merupakan rangsangan utama terjadinya proses inflamasi. Pada kehamilan normal, pelepasan debris trofoblas masih dalam batas wajar, sehingga reaksi inflamasi juga masih dalam batas wajar. Berbeda dengan proses apoptosis pada preeklampsia, dimana pada preeklampsia terjadi peningkatan stres oksidatif sehingga produksi debris trofoblas dan nekrorik trofoblas juga meningkat. Keadaan ini mengakibatkan respon inflamasi yang besar juga. Respon inflamasi akan mengaktivasi sel endotel dan sel makrofag/granulosit yang lebih besar pula, sehingga terjadi reaksi inflamasi sistemik yang menimbulkan gejala-gejala PE pada ibu.
2.2.3 Patofisiologi Preeklampsia
Pada preeklamsia terjadi spasme pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan air. Pada biopsi ginjal ditemukan spasme hebat arteriola glomerolus. Pada beberapa kasus, lumen arteriola sedemikian sempitnya sehingga hanya dapat dilalui oleh satu sel darah merah. Jadi jika semua arteriola dalam tubuh mengalami spasme, maka tekanan darah akan naik, sebagai usaha untuk mengatasi kenaikan tekanan perifer agar oksigenasi jaringan dapat dicukupi. Sedangkan kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan oleh penimbunan air yang berlebihan dalam ruangan intertisial belum diketahui penyebabnya, mungkin karena retensi air dan garam. Proteinuria dapat disebabkan oleh spasme arteriola sehingga terjadi perubahan glomerolus (Mochtar, 2007).
Vasokonstriksi menimbulkan peningkatan total perifer resisten dan menimbulkan hipertensi . adanya vasokonstriksi juga akan menimbulkan hipoksia pada endotel setempat, sehingga terjadi kerusakan endotel setempat, sehingga terjadi kerusakan endotel, kebocoran arteriol disertai perdarahan mikro pada tempat endotel. Selain itu Hubel 1989 yang dikutip oleh Rukiyah (2010) mengatakan bahwa adanya vasokonstriksi arteri spiralis akan menyebabkan terjadinya penurunan perfusi utero plasenta yang selanjutnya akan menimbulkan maladaptasi plasenta. Hipoksi/anoksia jaringan merupakan sumber reaksi hiperoksidase lemak, sedangkan prose hiperoksidase itu sendiri memerlukan peningkatan konsumsi oksigen, sehingga dengan demikian akan menggangu metabolisme di dalam sel peroksidase lemak adalah hasil proses oksidase lemak tak jenuh yang menghasilkan hiperoksidase lemak jenuh. Peroksidase lemak merupakan radikal bebas. Apabila keseimbangan antara peroksidase terganggu diman peroksidase dan oksidan lebih dominan maka akan timbul keadaan yang disebut stress oksidatif.
Pada preeklampsia serum anti oksidan kadarnya menurun dan plasenta menjadi sumber terjadinya peroksidase lemak. Sedangkan pada wanita hamil normal serumnya mengandung transferin, ion tembaga dan sulfhidril yang berperan sebagai antioksidan yang cukup kuat. Peroksidase lemak beredar dalam aliran darh melalui ikatan lipoprotein. Peroksidase lemak ini akan sampai kesemua komponen sel yang dilewati termasuk sel-sel endotel tersebut. Rusaknya sel-sel endotel tersebut. Rusaknya sel – sel endotel akan mengakibatkan antara lain: adhesi dan agresi trombosit, gangguan permeabilitas lapisan endotel terhadap plasma, terlepasnya enzim lisosom, tromboksan dan serotinin sebagai akibat rusaknya trombosit, produksi prostasiklin dan tromboksan, terjadi hipoksia plasenta akibat konsumsi oksigen oleh peroksidase lemak (Rukiyah, 2010)



2.2.4 Faktor Resiko Terjadinya Preeklamsia
Terdapat banyak faktor risiko untuk terjadinya preeklampsia, yang dapat dikelompokkan dalam faktor risiko sebagai berikut :
1.    Primigravida, primipaternitas
2.    Hiperplasentosis, misalnya : mola hidatidosa, kehamilan multipel, diabetes  melitus, hidrops fetalis, bayi besar.
3.    Umur < 20 tahun atau > 35 tahun.
4.    Riwayat keluarga pernah preeclampsia
5.    Penyakit-penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil
6.    Obesitas.
7.    Pernah menderita  preeklampsia pada kehamilan sebelumnya.

2.2.5 Gambaran Klinik
1. Preeklampsia ringan
Preeklampsia ringan adalah suatu sindroma spesifik kehamilan dengan menurunnya perfusi organ yang berakibat terjadinya vasospasme pembuluh darah dan aktivasi endotel. Tanda dan gejalanya antara lain:
a.         Tekanan darah sistolik 140 atau kenaikan 30 mmHg dengan interval pemeriksaan  6 jam
b.        Tekanan darah diastolik 90 atau kenaikan 15 mmHg dengan interval        pemeriksaan 6 jam.
c.         Kenaikan berat badan 1 kg atau lebih dalam seminggu
d.        Proteinuria 0,3 gr atau lebih dengan tingkat kualitatif plus 1 sampai 2 pada urin kateter atau urin aliran pertengahan


2.      Preeklampsia berat
Preeklampsia berat adalah preeklampsia dengan tekanan darah sistolik  ³ 160 mmHg atau diastolik ³ 100 mmHg disertai Proteinuria + ³ 5 g/24 jam. Tanda dan gejalanya antara lain:
a.    Tekanan darah sistolik ³ 160 mmHg atau diastolik ³ 110 mmHg
b.    Proteinuria + ³ 5 g/24 jam atau 4+ dalam pemeriksaan kualitatif
c.    Oliguria, yaitu produksi urine kurang dari 500 cc/ 24 jam
d.   Sakit kepala hebat atau gangguan penglihatan.
e.    Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen.
f.     Edema paru atau sianosis
g.    Trombositopenia berat : < 100.000 sel/mm3 atau penurunan trombosit dengan cepat
h.    Pertumbuhan janin intrauterine terhambat
(Saifuddin, 2010)
2.2.6 Pencegahan Kejadian Pre-Eklamsia
Preeklampsia dan eklampsia merupakan komplikasi kehamilan yang berkelanjutan dengan penyebab yang sama. Oleh karena itu, pencegahan atau diagnosis dini dapat mengurangi kejadian dan menurunkan angka kesakitan dan kematian. Untuk dapat menegakkan diagnosis diperlukan pengawasan hamil yang teratur dengan memperhatikan kenaikan berat badan, kenaikan tekanan darah, dan pemeriksaan urin untuk menentukan proteinuria.
Untuk mencegah kejadian peeklampsia ringan dapat diberikan nasehat tentang:


1.      Diet makanan
Makanan tinggi protein, tinggi karbohidrat, cukup vitamin dan rendah lemak. Kurangi garam apabila berat badan bertambah atau edema dan meningkatkan jumlah protein dengan tambahan satu butir telur setiap hari.
2.      Cukup Istirahat
Istirahat yang cukup sesuai pertambahan usia kehamilan berarti bekerja seperlunya dan disesuaikan dengan kemampuan, lebih banyak duduk dan berbaring ke arah punggung janin sehingga aliran darah menuju plasenta tidak mengalami gangguan.
3.      Pengawasan antenatal (hamil)
Bila terjadi perubahan perasaan dan gerak janin dalam lahir segera datang ke tempat pemeriksaan untuk mendapatkan penangan lebih lanjut.
(Manuaba, 2010)

2.2.7 Penanganan Preeklampsia
Penanganan pre-eklamsia bertujuan untuk menghindari kelanjutan menjadi eklamsia dan pertolongan kebidanan dengan melahirkan janin dalam keadaan optimal dan bentuk pertolongan dengan trauma minimal.
Pada pre-eklamsia ringan penanganan simtomatis dan berobat jalan dengan memberikan:
1.    Sedatif ringan
a.    Phenobarbital  3 x 30 mg
b.    Valium 3 x 10 mg

2.      Obat penunjang
a.    Vitamin B kompleks
b.    Vitamin C atau vitamin E
c.    Zat besi

3.      Nasehat
a.    Garam dalam makanan dikurangi
b.    Lebih banyak istirahat baring ke arah punggung janin
c.    Segera datang memeriksakan diri, bila terdapat sakit kepala, mata kabur, edema mendadak atau berat badan naik, pernafasan semakin sesak, nyeri pada epigastrium, kesadaran makin berkurang, gerak janin melemah-berkurang, pengeluaran urin berkurang.

4.      Jadwal pemeriksaan hamil dipercepat dan diperketat. Petunjuk untuk segera memasukkan penderita ke rumah sakit atau merujuk penderita perlu memperhatikan hal-hal berikut:
a.    Bila tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih
b.    Protein dalam urine 1+ atau lebih
c.    Kenaikan berat badan 1,5 kg atau lebih dalam seminggu
d.   Edema bertambah dengan mendadak
e.    Terdapat gejala dan keluhan subjektif
Setelah keadaan pre-eklamsia berat dapat diatasi pertimbangan mengakhiri kehamilan berdasarkan: Kehamilan cukup bulan, Mempertahankan kehamilan sampai mendekati cukup bulan, Kegagalan pengobatan preeklamsia berat kehamilan diakhiri tanpa memandang umur, Merujuk  penderita ke rumah sakit untuk pengobatan yang adekuat, Mengakhiri kehamilan merupakan pengobatan utama untuk memutuskan kelanjutan preeklampsia menjadi eklampsia

Adapun penanganan pre-eklamsi menurut Prawiroharjo (2010) adalah sebagai berikut:
1.    Penanganan Umum:
a.       Jika tekanan diastolik > 110 mmHg, berikan anti hipertensi sampai tekanan diastolik diantara 90-110 mmHg
b.      Pasang infus ringer laktat dengan jarum besar (16 gauge />)
c.       Ukur keseimbangan cairan jangan sampai terjadi overload
d.      Kateterisasi urine untuk pengeluaran volume dan proteinuria
e.       Jika jumlah urine < 30 ml per jam:
f.       Infus cairan dipertahankan 1 1/8 jam
g.      Pantau kemungkinan edema paru
h.      Jangan tinggalkan pasien sendirian kejang diserai aspirasi dapat mengakibatkan kematian ibu dan janin
i.        Observasi tanda-tanda vital, reflek dan denyut jantung janin setiap jam.
j.        Auskultasi paru untuk mencari tanda-tanda edema paru

2.    Pemberian antikonvulsan
Obat anti kejang yang digunakan MgSO4, diazepam, fenitoin. Pemberian MgSO4sebagai antikejang lebih efektif dibanding fenitoin. Obat anti kejang yang banyak dipakai di Indonesia adalah magnesium sulfat.
Tujuan utama pemberian magnesium sulfat adalah untuk mencegah dan mengurangi terjadinya kejang. Di samping itu juga untuk mengurangi komplikasi yang terjadi pada ibu dan janin. Cara kerja magnesium sulfat sampai saat ini tidak seluruhnya diketahui, diduga ia bekerja sebagai N-methyl D Aspartate (NDMA) reseptor inhibitor, untuk menghambat masuknya kalsium ke dalam neuron pada sambungan neuro muskuler (neuro musculer junction) ataupun pada susunan syaraf pusat. Dengan menurunnya kalsium yang masuk maka penghantaran impuls akan menurun dan kontraksi otot yang berupa kejang dapat dicegah (Roeshadi 2007).

Magnesium sulfat merupakan obat pilihan untuk mencegah dan mengatasi kejang pada PE berat dan eklampsia. Cara pemberian magnesium sulfat dapat dilihat pada lampiran 3. Jika MgSO4 tidak tersedia dapat diberikan diazepam, dengan risiko terjadinya depresi pernapasan neonatal.