PREEKLAMPSIA PADA KEHAMILAN
2.1
Kehamilan
2.1.1 Pengertian Kehamilan
Kehamilan adalah
suatu keadaan yang dimulai dari konsepsi (pembuahan) dan berakhir dengan
permulaan persalinan, lamanya kehamilan adalah 280 hari (40 minggu/9 bulan 7
hari) dihitung dari hari pertama haid terakhir (Rukiyah, 2010).
Kehamilan
manusia terjadi selama 40 minggu antara waktu menstruasi terakhir dan kelahiran
(38 minggu dari pembuahan). Istilah medis untuk wanita hamil adalah gravida,
sedangkan manusia di dalamnya disebut embrio (minggu-minggu awal) dan kemudian
janin (sampai kelahiran). Seorang wanita yang hamil untuk pertama kalinya
disebut primigravida atau gravida 1. Seorang wanita yang belum pernah hamil
dikenal sebagai gravida 0 (Manuaba, 2010).
kehamilan
didefinisikan sebagai fertilisasi atau penyatuan dari spermatozoa dan ovum
dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi. Bila dihitung dari saat fertilisasi
hingga lahirnya bayi, kehamilan normal akan berlangsung dalam waktu 40 minggu
atau 10 bulan atau 9 bulan menurut kalender internasional (Saifuddin, 2009).
2.1.2 Fisiologi
kehamilan
Proses kehamilan merupakan mata
rantai yang berkesinambungan dan terdiri dari:
1. Ovulasi
Ovulasi adalah
proses pelepasan ovum yang di pengaruhi oleh sistem hormonal yang kompleks.
Pertumbuhan embrional oogonium yang kelak menjadi ovum terjadi di genital
ridge, dan di dalam kandungan jumlah oogonium bertambah terus sampai pada
kehamilan enam bulan.
Jumlah oogonium
pada wanita:
Bayi baru lahir : 750.000
Umur 6-15 tahun : 439.000
Umur 16-25 tahun : 34.000
Menopause : menghilang
Selama masa
subur yang berlangsung 20 sampai 35 tahun hanya 420 buah ovum yang dapat
mengikuti proses pematangan dan terjadi ovulasi.
2. Spermatozoa
Jutaan
spermatozoa dikeluarkan di forniks vagina dan disekitar porsio pada waktu
koitus. Hanya beberapa ratus ribu spermatozoa dapat meneruskan ke kavum uteri
dan tuba, dan hanya beberapa ratus dapat sampai ke bagian ampulla tuba di mana
spermatozoa dapat memasuki ovum yang telah siap untuk dibuahi. Hanya satu
spermatozoa yang mempunyai kemampuan (capacitation) untuk membuahi. Pada
spermatozoa itu ditemukan peningkatan konsentrasi DNA di nukleusnya, dan
kaputnya lebih mudah menembus oleh karena diduga dapat melepaskan
hialuronidase.
3. Konsepsi
Pertemuan inti
ovum dengan inti spermatozoa disebut konsepsi atau fertilisasi dan membentuk
zigot. Proses konsepsi dapat berlangsung sebagai berikut:
a. Ovum
yang dilepaskan dalam proses ovulasi, diliputi oleh korona radiata, yang
mengandung persediaan nutrisi.
b. Pada
ovum dijumpai inti dalam bentuk metaphase ditengah sitoplasma yang disebut
vitellus.
c. Dalam
perjalanan korona radiata makin berkurang pada zona pelusida. Nutrisi dialirkan
ke dalam vitellus, melalui saluran pada zona pelusida.
d. Konsepsi
terjadi pada pars ampularis tuba: tempat yang paling luas, dindingnya penuh
jonjot tertutup sel yang mempunyai silia, dan ovum mempunyai waktu terlama
selama 48 jam.
e. Ovum
siap dibuahi setelah 12 jam dan hidup selama 48 jam.
4. Proses
Nidasi (implantasi)
Dalam beberapa
jam setelah konsepsi terjadi, mulailah pembelahan zigot. Hal ini dapat
berlangsung oleh karena sitoplasma ovum mengandung banyak zat asam amino dan
enzim. Dalam waktu 3 hari terbentuk suatu kelompok sel-sel yang sama besarnya
dan berada dalam stadium morula. Energi untuk pembelahan ini diperolah dari
vitellus, hingga volume vitellus makin berkurang dan terisi seluruhnya oleh
morula. Dengan demikian zona pelusida tetap utuh atau besarnya hasil konsepsi
tetap sama. Kemudian konsepsi disalurkan terus ke pars ismika dan pars
interstisialis tuba (bagian-bagian tuba yang sempit) dan terus ke arah kavum
uteri oleh arus dan getaran silia pada permukaan sel-sel tuba dan kontraksi
tuba. Dalam kavum uteri hasil konsepsi mencapai stadium blastula.
Pada stadium
blastula ini sel-sel yang lebih kecil yang membentuk dinding blastula, akan
menjadi trofoblas yang mempunyai kemampuan menghancurkan dan mencairkan
jaringan menemukan endometrium dalam masa sekresi, dengan sel-sel desidua yang
mengandung banyak glikogen serta mudah dihancurkan oleh trofoblas. Kemudian
terjadilah nidasi yakni masuknya ovum ke dalam endometrium, dan biasanya
terjadi perdarahan pada luka desidua (tanda Hartman).
5. Pembentukan
plasenta
Pada umumnya
nidasi terjadi di dinding depan atau belakang uterus, dekat pada fundus uteri.
Jika nidasi ini terjadi, barulah dapat disebut adanya kehamilan. Lapisan
desidua yang meliputi hasil konsepsi ke arah kavum uteri disebut desidua
kapsularis, yang terletak antara hasil konsepsi dan dinding uterus disebut
desidua basalis, disitulah plasenta akan dibentuk.
2.1.3 Perubahan Fisik Selama Hamil
Kehamilan
menyebabkan banyak perubahan pada tubuh, kebanyakan perubahan ini akan
menghilang setelah persalinan.
1. Jantung
dan Pembuluh Darah
Selama
kehamilan, jumlah darah yang dipompa oleh jantung setiap menitnya (cardiac
output, curah jantung) meningkat sampai 30-50%. Peningkatan ini mulai terjadi
pada kehamilan 6 minggu dan mencapai puncaknya pada kehamilan 16-28 minggu.
Karena curah jantung meningkat, maka denyut jantung pada saat istirahat juga
meningkat (dalam keadaan normal 70 kali/menit menjadi 80-90 kali/menit).
Setelah mencapai
kehamilan 30 minggu, curah jantung agak menurun karena rahim yang membesar
menekan vena yang membawa darah dari tungkai ke jantung. Selama persalinan,
curah jantung meningkat sebesar 30%. Setelah persalinan curah jantung menurun
sampai 15-25% diatas kehamilan, lalu secara perlahan kembali kebatas kehamilan.
Peningkatan curah jantung selama kehamilan kemugkinan terjadi karena adanya
perubahan dalam aliran darah ke rahim. Karena janin terus tumbuh, maka darah
lebih banyak dikirim ke rahim ibu. Pada akhir kehamilan, rahim menerima
seperlima dari seluruh darah ibu.
Ketika melakukan
aktivitas/olahraga, maka curah jantung, denyut jantung, dan laju pernafasan
pada wanita hamil lebih tinggi dibandingkan dengan wanita yang tidak sedang
hamil. Rontgen dada dan EKG menunjukan sejumlah perubahan dalam jantung, dan
kadang terdengar murmur jantung tertentu serta ketidakteraturan irama jantung.
Semua perubahan tersebut adalah normal terjadi pada masa hamil, tetapi beberapa
kelainan irama jantung mungkin akan memerlukan pengobatan khusus.
Selama trimester
kedua biasanya tekanan darah menurun tetapi akan kembali normal pada trimester
ketiga. Selama kehamilan, volume darah dalam perdaran meningkat sampai 50%,
tetapi jumlah sel darah merah yang mengangkut oksigen hanya meningkat sebesar
25-30%.
Untuk alasan
yang belum jelas, jumlah sel darah putih (yang berfungsi melindungi tubuh
terhadap infeksi) selama kehamilan, pada saat persalinan dan beberapa hari
setelah persalinan, agak meningkat.
2. Ginjal
Selama
kehamilan, ginjal bekerja lebih berat. Ginjal menyaring darah yang volumenya
meningkat (sampai 30-50% atau lebih), yang puncaknya terjadi pada kehamilan
16-24 minggu sampai sesaat sebelum persalinan (pada saat ini aliran darah ke
ginjal berkurang akibat penekanan rahim yang membesar).
Dalam keadaan
normal, aktivitas ginjal meningkat ketika berbaring dan menurun ketika berdiri.
Keadaan ini semakin menguat pada saat kehamilan, karena itu wanita hamil sering
merasa ingin berkemih ketika mereka mencoba untuk berbaring/tidur.
Pada akhir
kehamilan, peningkatan aktivitas ginjal yang lebih besar terjadi pada wanita
hamil yang tidur miring. Tidur miring mengurangi tekanan dari rahim pada vena
yang membawa darah dari tungkai sehingga terjadi perbaikan aliran darah yang
selanjutnya akan meningkatkan aktivitas ginjal dan curah jantung.
3. Paru-paru
Ruang yang
diperlukan oleh rahim yang membesar dan meningkatnya pembentukan hormon
progesteron menyebabkan paru-paru berfungsi lain dari biasanya. Wanita hamil
bernafas lebih cepat dan lebih dalam karena memerlukan lebih banyak oksigen
untuk dirinya dan untuk janin. Lingkar dada wanita hamil agak membesar. Lapisan
saluran pernafasan menerima lebih banyak darah dan menjadi agak tersumbat oleh
penumpukan darah (kongesti). Kadang hidung dan tenggorokan mengalami
penyumbatan parsial akibat kongesti ini. Tekanan dan kualitas suara wanita
hamil agar berubah.
4. Sistem
Pencernaan
Rahim yang
membesar akan menekan rektum dan usus bagian bawah sehingga terjadi sembelit
(konstipasi). Sembelit semakin berat karena gerakan otot didalam usus
diperlambat oleh tingginya kadar progesteron.
Wanita hamil
sering mengalami heartburn (rasa panas didada) dan sendawa, yang kemungkinan
terjadi karena makanan lebih lama berada didalam lambung dan karena relaksasi
sfingter di kerongkongan bagian bawah yang memungkinkan isi lambung mengalir
kembali ke kerongkongan. Ulkus gastrikum jarang ditemukan pada wanita hamil dan
jika sebelumnya menderita ulkus gastrikum biasanya akan membaik karena asam
lambung yang dihasilkan lebih sedikit.
5. Kulit
Topeng kehamilan
(melasma) adalah bintik-bintik pigmen kecoklatan yang tampak dikulit kening dan
pipi. Peningkatan pigmentasi juga terjadi di sekeliling puting susu. Sedangkan
diperut bawah bagian tengah biasanya tampak garis gelap. Spider angioma
(pembuluh darah kecil yang memberi gambaran seperti laba-laba) bisa muncul
dikulit, biasanya diatas pinggang. Sedangkan pelebaran pembuluh darah kecil
yang berdinding tipis sering kali tampak ditungkai bawah.
6. Hormon
Kehamilan
mempengaruhi hampir semua hormon didalam tubuh. Plasenta menghasilkan sejumlah
hormon untuk membantu tubuh dalam mempertahankan kehamilan. Hormon utama yang
dihasilkan oleh plasenta adalah HCG, yang berperan mencegah ovulasi dan
merangsang pembentukan estrogen serta progestron oleh ovarium untuk
mempertahankan kehamilan. Plasenta juga menghasilkan hormon yang menyebabkan
kelenjar tyroid menjadi lebih aktif. Kelenjar tyroid yang leih aktif
menyebabkan denyut jantung yang cepat, jantung berdebar-debar (palpitasi),
keringat berlebihan dan perubahan suasana hati, selain itu juga bisa terjadi
pembesaran kelenjar tyroid. Tetapi hypertyroiddisme (over aktifitas kelenjar
tyroid) hanya terjadi kurang dari 1% kehamilan. Plasenta juga menghasilkan
melanoceyete-stimulating hormone yang menyebabkan kulit berwarna lebih gelap
dan hormon yang menyebabkan peningkatan kadar hormon adrenal didalam darah.
Peningkatan kadar hormon ini kemungkinan menyebabkan tanda peregangan berwarna
pink pada kulit perut.
Selama kehamilan
diperlukan lebih banyak insulin yang dihasilkan oleh pankreas. Karena itu
penderita diabetes yang sedang hamil bisa mengalami gejala diabetes yang lebih
buruk.
2.2
Preeklampsia
2.2.1 Pengertian Preeklampsia
Preeklampsia
merupakan penyulit kehamilan yang akut dan dapat terjadi di ante, intra, dan
postpartum. Dari gejala-gejala klinik preeklampsia dapat dibagi menjadi
preeklampsia ringan dan preeklampsia berat (Prawirohardjo, 2010)
Preeklampsia
adalah suatu sindrom dengan tiga tanda fisik yang hanya terjadi pada saat hamil
dan biasanya selama trimester dua. Penyebab spasme anterioler pada kedaan ini
masih belum diketahui tetapi akan menimbulkan tanda-tanda kenaikan tekanan
darah, edema yang menyeluruh dan proteinuria (Manuaba, 2010)
Preeklampsia
merupakan penyulit kehamilan yang dapat ditandai dengan hipertensi disertai
proteinuri dan edema akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau
segera setelah persalinan (Saifuddin, 2010)
2.2.2 Etiologi Preeklampsia
Penyebab
preeklampsia hingga kini belum diketahui dengan jelas. Banyak teori yang
menerangkan namun belum dapat memberikan jawaban yang memuaskan oleh karena itu
penyakit ini disebut disease of theory. Adapun teori-teori tersebut antara
lain (Angsar MD, 2010) :
1. Teori
kelainan vaskularisasi plasenta
Pada kehamilan
normal, rahim dan plasenta mendapatkan aliran darah dari cabang-cabang arteri
uterina dan arteri ovarika yang menembus miometrium dan menjadi arteri arkuata,
yang akan bercabang menjadi arteri radialis. Arteri radialis menembus endometrium
menjadi arteri basalis dan arteri basalis memberi cabang arteri spiralis.
Pada hamil
normal, terjadi invasi trofoblas ke dalam lapisan otot arteri spiralis, yang
menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut sehingga terjadi distensi dan
vasodilatasi arteri spiralis, yang akan memberikan dampak penurunan tekanan
darah, penurunan resistensi vaskular, dan peningkatan aliran darah pada utero
plasenta. Akibatnya aliran darah ke janin cukup banyak dan perfusi jaringan
juga meningkat, sehingga menjamin pertumbuhan janin dengan baik. Proses ini
dinamakan remodelling arteri spiralis.
Pada
preeklampsia kegagalan remodelling menyebabkan arteri spiralis
menjadi kaku dan keras sehingga arteri spiralis tidak mengalami distensi dan
vasodilatasi. Sehingga aliran darah utero plasenta menurun dan terjadilah
hipoksia dan iskemia plasenta.
2. Teori
iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel
Iskemia plasenta
dan pembentukan radikal bebas Karena kegagalan remodelling arteri
spiralis akan berakibat plasenta mengalami iskemia, yang akan merangsang
pembentukan radikal bebas, yaitu radikal hidroksil (-OH) yang dianggap sebagai
toksin. Radikal hidroksil akan merusak membran sel, yang mengandung banyak asam
lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak. Peroksida lemak juga akan merusak
nukleus dan protein sel endotel.
Kerusakan
membran sel endotel mengakibatkan terganggunya fungsi endotel, bahkan rusaknya
seluruh struktur sel endotel. Keadaan ini disebut disfungsi endotel, yang akan
menyebabkan terjadinya :
a. Gangguan
metabolisme prostaglandin, yaitu menurunnya produksi prostasiklin (PGE2), yang
merupakan suatu vasodilator kuat.
b. Agregrasi
sel-sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami kerusakan. Agregasi
trombosit memproduksi tromboksan (TXA2), yaitu suatu vasokonstriktor kuat.
Dalam keadaan normal, kadar prostasiklin lebih banyak dari pada tromboksan.
Sedangkan pada preeklampsia kadar tromboksan lebih banyak dari prostasiklin,
sehingga menyebabkan vasokonstriksi yang akan menyebabkan peningkatan tekanan
darah.
c. Perubahan
khas pada sel endotel kapiler glomerulus (glomerular endotheliosis).
d. Peningkatan
permeabilitas kapiler
e. Peningkatan
produksi bahan-bahan vasopresor, yaitu endotelin. Kadar NO menurun, sedangkan
endotelin meningkat
f. Peningkatan
faktor koagulasi.
3. Teori
intoleransi imunologik antara ibu dan janin
Pada perempuan
normal, respon imun tidak menolak adanya hasil konsepsi yang bersifat asing.
Hal ini disebabkan adanya human leukocyte antigen protein G (HLA-G),
yang dapat melindungi trofoblas janin dari lisi oleh sel natural
killer (NK) ibu. HLA-G juga akan mempermudah invasi sel trofoblas ke dalam
jaringan desidua ibu.
Pada plasenta
ibu yang mengalami preeklampsia, terjadi penurunan ekspresi HLA-G, yang akan
mengakibatkan terhambatnya invasi trofoblas ke dalam desidua. Kemungkinan
terjadi Immune-Maladaptation pada preeklampsia
4. Teori
adaptasi kardiovaskular
Pada kehamilan
normal, pembuluh darah refrakter terhadap bahan vasopresor. Refrakter berarti
pembuluh darah tidak peka terhadap ransangan vasopresor, atau dibutuhkan kadar
vasopresor yang lebih tinggi untuk menimbulkan respon vasokonstriksi.
Refkrakter ini terjadi akibat adanya sintesis prostaglandin oleh sel endotel.
Pada
preeklampsia terjadi kehilangan kemampuan refrakter terhadap bahan vasopresor,
sehingga pembuluh darah menjadi sangat peka terhadap bahan vasopresor sehingga
pembuluh darah akan mengalami vasokonstriksi dan mengakibatkan hipertensi dalam
kehamilan
5. Teori
genetic
Ada
faktor keturunan dan familial dengan model gen tunggal, Genotipe ibu lebih
menentukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan secara familial jika
dibandingkan dengan genotipe janin. Telah terbukti bahwa pada ibu yang
mengalami preeklampsia, 26% anaknya akan mengalami preeklampsia pula, sedangkan
hanya 8% anak menantu yang mengalami preeklampsia.
6. Teori
defisiensi gizi
Beberapa hasil
penelitian menunjukan bahwa defisiensi gizi berperan dalam terjadinya
hipertensi dalam kehamilan. Hal ini dibuktikan oleh penelitian pemberian
berbagai elemen seperti zinc, kalsium, dan magnesium untuk mencegah
preeklampsia. Pada populasi umum yang melakukan diet tinggi buah-buahan
dan sayuran yang memiliki aktivitas antioksidan, seperti tomat, wortel,
brokoli, apel, jeruk, alpukat, mengalami penurunan tekanan
darah. (Cunningham et al. 2005)
Penelitian
terakhir membuktikan bahwa konsumsi minyak ikan, dapat mengurangi risiko
preeklampsia. Minyak ikan mengandung banyak asam lemak tidak jenuh yang dapat
menghambat produksi tromboksan, menghambat aktifasi trombosit, dan mencegah
vasokonstriksi pembuluh darah.
7. Teori
stimulus inflamasi
Teori ini
berdasarkan bahwa lepasnya debris trofoblas di dalam sirkulasi darah merupakan
rangsangan utama terjadinya proses inflamasi. Pada kehamilan normal, pelepasan
debris trofoblas masih dalam batas wajar, sehingga reaksi inflamasi juga masih
dalam batas wajar. Berbeda dengan proses apoptosis pada preeklampsia, dimana
pada preeklampsia terjadi peningkatan stres oksidatif sehingga produksi debris
trofoblas dan nekrorik trofoblas juga meningkat. Keadaan ini mengakibatkan
respon inflamasi yang besar juga. Respon inflamasi akan mengaktivasi sel
endotel dan sel makrofag/granulosit yang lebih besar pula, sehingga terjadi
reaksi inflamasi sistemik yang menimbulkan gejala-gejala PE pada ibu.
2.2.3 Patofisiologi Preeklampsia
Pada preeklamsia
terjadi spasme pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan air. Pada
biopsi ginjal ditemukan spasme hebat arteriola glomerolus. Pada beberapa kasus,
lumen arteriola sedemikian sempitnya sehingga hanya dapat dilalui oleh satu sel
darah merah. Jadi jika semua arteriola dalam tubuh mengalami spasme, maka
tekanan darah akan naik, sebagai usaha untuk mengatasi kenaikan tekanan perifer
agar oksigenasi jaringan dapat dicukupi. Sedangkan kenaikan berat badan dan
edema yang disebabkan oleh penimbunan air yang berlebihan dalam ruangan
intertisial belum diketahui penyebabnya, mungkin karena retensi air dan garam.
Proteinuria dapat disebabkan oleh spasme arteriola sehingga terjadi perubahan
glomerolus (Mochtar, 2007).
Vasokonstriksi
menimbulkan peningkatan total perifer resisten dan menimbulkan hipertensi .
adanya vasokonstriksi juga akan menimbulkan hipoksia pada endotel setempat,
sehingga terjadi kerusakan endotel setempat, sehingga terjadi kerusakan
endotel, kebocoran arteriol disertai perdarahan mikro pada tempat endotel.
Selain itu Hubel 1989 yang dikutip oleh Rukiyah (2010) mengatakan bahwa adanya
vasokonstriksi arteri spiralis akan menyebabkan terjadinya penurunan perfusi
utero plasenta yang selanjutnya akan menimbulkan maladaptasi plasenta.
Hipoksi/anoksia jaringan merupakan sumber reaksi hiperoksidase lemak, sedangkan
prose hiperoksidase itu sendiri memerlukan peningkatan konsumsi oksigen,
sehingga dengan demikian akan menggangu metabolisme di dalam sel peroksidase
lemak adalah hasil proses oksidase lemak tak jenuh yang menghasilkan
hiperoksidase lemak jenuh. Peroksidase lemak merupakan radikal bebas. Apabila
keseimbangan antara peroksidase terganggu diman peroksidase dan oksidan lebih
dominan maka akan timbul keadaan yang disebut stress oksidatif.
Pada preeklampsia
serum anti oksidan kadarnya menurun dan plasenta menjadi sumber terjadinya
peroksidase lemak. Sedangkan pada wanita hamil normal serumnya mengandung
transferin, ion tembaga dan sulfhidril yang berperan sebagai antioksidan yang
cukup kuat. Peroksidase lemak beredar dalam aliran darh melalui ikatan
lipoprotein. Peroksidase lemak ini akan sampai kesemua komponen sel yang
dilewati termasuk sel-sel endotel tersebut. Rusaknya sel-sel endotel tersebut.
Rusaknya sel – sel endotel akan mengakibatkan antara lain: adhesi dan agresi
trombosit, gangguan permeabilitas lapisan endotel terhadap plasma, terlepasnya
enzim lisosom, tromboksan dan serotinin sebagai akibat rusaknya trombosit, produksi
prostasiklin dan tromboksan, terjadi hipoksia plasenta akibat konsumsi oksigen
oleh peroksidase lemak (Rukiyah, 2010)
2.2.4 Faktor Resiko Terjadinya Preeklamsia
Terdapat banyak
faktor risiko untuk terjadinya preeklampsia, yang dapat dikelompokkan dalam
faktor risiko sebagai berikut :
1. Primigravida,
primipaternitas
2. Hiperplasentosis,
misalnya : mola hidatidosa, kehamilan multipel, diabetes melitus,
hidrops fetalis, bayi besar.
3.
Umur < 20 tahun atau
> 35 tahun.
4.
Riwayat keluarga pernah
preeclampsia
5.
Penyakit-penyakit
ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil
6.
Obesitas.
7.
Pernah menderita preeklampsia pada kehamilan sebelumnya.
2.2.5 Gambaran Klinik
1. Preeklampsia ringan
Preeklampsia
ringan adalah suatu sindroma spesifik kehamilan dengan menurunnya perfusi organ
yang berakibat terjadinya vasospasme pembuluh darah dan aktivasi endotel. Tanda
dan gejalanya antara lain:
a.
Tekanan darah sistolik
140 atau kenaikan 30 mmHg dengan interval pemeriksaan 6 jam
b.
Tekanan darah diastolik
90 atau kenaikan 15 mmHg dengan interval
pemeriksaan 6 jam.
c.
Kenaikan berat badan 1
kg atau lebih dalam seminggu
d.
Proteinuria 0,3 gr atau
lebih dengan tingkat kualitatif plus 1 sampai 2 pada urin kateter atau urin
aliran pertengahan
2. Preeklampsia berat
Preeklampsia
berat adalah preeklampsia dengan tekanan darah sistolik ³ 160 mmHg atau
diastolik ³
100 mmHg disertai Proteinuria + ³ 5 g/24 jam.
Tanda dan gejalanya antara lain:
a. Tekanan
darah sistolik ³
160 mmHg atau diastolik ³
110 mmHg
b.
Proteinuria + ³
5 g/24 jam atau 4+ dalam pemeriksaan kualitatif
c.
Oliguria, yaitu
produksi urine kurang dari 500 cc/ 24 jam
d.
Sakit kepala hebat atau
gangguan penglihatan.
e.
Nyeri epigastrium atau
nyeri pada kuadran kanan atas abdomen.
f.
Edema paru atau
sianosis
g. Trombositopenia
berat : < 100.000 sel/mm3 atau penurunan trombosit dengan cepat
h. Pertumbuhan
janin intrauterine terhambat
(Saifuddin,
2010)
2.2.6 Pencegahan Kejadian Pre-Eklamsia
Preeklampsia dan
eklampsia merupakan komplikasi kehamilan yang berkelanjutan dengan penyebab
yang sama. Oleh karena itu, pencegahan atau diagnosis dini dapat mengurangi
kejadian dan menurunkan angka kesakitan dan kematian. Untuk dapat menegakkan
diagnosis diperlukan pengawasan hamil yang teratur dengan memperhatikan
kenaikan berat badan, kenaikan tekanan darah, dan pemeriksaan urin untuk
menentukan proteinuria.
Untuk mencegah
kejadian peeklampsia ringan dapat diberikan nasehat tentang:
1. Diet
makanan
Makanan tinggi
protein, tinggi karbohidrat, cukup vitamin dan rendah lemak. Kurangi garam apabila
berat badan bertambah atau edema dan meningkatkan jumlah protein dengan
tambahan satu butir telur setiap hari.
2. Cukup
Istirahat
Istirahat yang
cukup sesuai pertambahan usia kehamilan berarti bekerja seperlunya dan
disesuaikan dengan kemampuan, lebih banyak duduk dan berbaring ke arah punggung
janin sehingga aliran darah menuju plasenta tidak mengalami gangguan.
3. Pengawasan
antenatal (hamil)
Bila terjadi
perubahan perasaan dan gerak janin dalam lahir segera datang ke tempat
pemeriksaan untuk mendapatkan penangan lebih lanjut.
(Manuaba, 2010)
2.2.7 Penanganan Preeklampsia
Penanganan
pre-eklamsia bertujuan untuk menghindari kelanjutan menjadi eklamsia dan
pertolongan kebidanan dengan melahirkan janin dalam keadaan optimal dan bentuk
pertolongan dengan trauma minimal.
Pada
pre-eklamsia ringan penanganan simtomatis dan berobat jalan dengan memberikan:
1. Sedatif ringan
a.
Phenobarbital 3 x 30 mg
b. Valium
3 x 10 mg
2. Obat
penunjang
a.
Vitamin B kompleks
b.
Vitamin C atau vitamin
E
c.
Zat besi
3. Nasehat
a.
Garam dalam makanan
dikurangi
b.
Lebih banyak istirahat
baring ke arah punggung janin
c. Segera
datang memeriksakan diri, bila terdapat sakit kepala, mata kabur, edema
mendadak atau berat badan naik, pernafasan semakin sesak, nyeri pada
epigastrium, kesadaran makin berkurang, gerak janin melemah-berkurang,
pengeluaran urin berkurang.
4. Jadwal
pemeriksaan hamil dipercepat dan diperketat. Petunjuk untuk segera memasukkan
penderita ke rumah sakit atau merujuk penderita perlu memperhatikan hal-hal
berikut:
a.
Bila tekanan darah
140/90 mmHg atau lebih
b.
Protein dalam urine 1+
atau lebih
c.
Kenaikan berat badan
1,5 kg atau lebih dalam seminggu
d.
Edema bertambah dengan
mendadak
e. Terdapat
gejala dan keluhan subjektif
Setelah keadaan pre-eklamsia berat
dapat diatasi pertimbangan mengakhiri kehamilan berdasarkan: Kehamilan cukup
bulan, Mempertahankan kehamilan sampai mendekati cukup bulan, Kegagalan
pengobatan preeklamsia berat kehamilan diakhiri tanpa memandang umur, Merujuk penderita ke rumah sakit untuk pengobatan yang
adekuat, Mengakhiri kehamilan merupakan pengobatan utama untuk memutuskan
kelanjutan preeklampsia menjadi eklampsia
Adapun penanganan pre-eklamsi menurut Prawiroharjo
(2010) adalah sebagai berikut:
1. Penanganan
Umum:
a. Jika
tekanan diastolik > 110 mmHg, berikan anti hipertensi sampai tekanan
diastolik diantara 90-110 mmHg
b. Pasang
infus ringer laktat dengan jarum besar (16 gauge />)
c. Ukur
keseimbangan cairan jangan sampai terjadi overload
d. Kateterisasi
urine untuk pengeluaran volume dan proteinuria
e. Jika
jumlah urine < 30 ml
per jam:
f. Infus
cairan dipertahankan 1 1/8 jam
g. Pantau
kemungkinan edema paru
h. Jangan
tinggalkan pasien sendirian kejang diserai aspirasi dapat mengakibatkan
kematian ibu dan janin
i.
Observasi tanda-tanda vital,
reflek dan denyut jantung janin setiap jam.
j.
Auskultasi paru untuk
mencari tanda-tanda edema paru
2. Pemberian
antikonvulsan
Obat anti kejang
yang digunakan MgSO4, diazepam, fenitoin. Pemberian MgSO4sebagai antikejang
lebih efektif dibanding fenitoin. Obat anti kejang yang banyak dipakai di
Indonesia adalah magnesium sulfat.
Tujuan utama
pemberian magnesium sulfat adalah untuk mencegah dan mengurangi terjadinya
kejang. Di samping itu juga untuk mengurangi komplikasi yang terjadi pada ibu
dan janin. Cara kerja magnesium sulfat sampai saat ini tidak seluruhnya
diketahui, diduga ia bekerja sebagai N-methyl D Aspartate (NDMA) reseptor
inhibitor, untuk menghambat masuknya kalsium ke dalam neuron pada sambungan
neuro muskuler (neuro musculer junction) ataupun pada susunan syaraf pusat.
Dengan menurunnya kalsium yang masuk maka penghantaran impuls akan menurun dan
kontraksi otot yang berupa kejang dapat dicegah (Roeshadi 2007).
Magnesium sulfat
merupakan obat pilihan untuk mencegah dan mengatasi kejang pada PE berat dan
eklampsia. Cara pemberian magnesium sulfat dapat dilihat pada lampiran 3. Jika
MgSO4 tidak tersedia dapat diberikan diazepam, dengan risiko terjadinya
depresi pernapasan neonatal.